Lembata - Salah satu pembelajaran pada mata
pelajaran Seni Budaya yakni pementasan seni teater. Dalam proses tersebut
terdapat satu tahapan awal penyusunan naskah teater yang paling sederhana. Sebenarnya hal yang biasa saja ketika peserta didik mementaskan naskah yang
sudah ada, misalnya dari guru atau karya-karya lokal. Namun demi melatih
peserta didik menulis naskah atau menghasilkan sebuah karya naskah teater maka
sebagai pendidik khususnya Guru mata pelajaran seni budaya harus mampu menjadi
fasilitator bagi peserta didiknya dalam menulis naskah teater.
Kelebihan menyusun naskah sendiri juga akan
memudahkan peserta didik memilih tema yang sesuai dengan kehidupan remaja
dengan segala eksesnya serta cendrung lebih mudah mendesain nilai-nilai
kehidupan yang akan disampaikan dalam naskah sendiri akan mampu memotivasi peserta
didik untuk menggali kemampuannya dalam berekspresi dan mengasah keterampilan
dalam menulis.
Menyusun naskah sendiri akan memungkinkan peserta
didik lebih leluasa dalam berekpresi dan berkreasi. Segala bentuk kreativitas
yang berkenaan dengan unsur-unsur teater akan mudah dilatih dan diasah. Segala
unsur yang ada diramu dan dijahit menjadi satu dalam satu untaian naskah, dari
penyutradaraan, kehadiran karakter para pemain, penataan kostum, musik, rias,
dekorasi digarap sekaligus saat penyusunan naskah.
Dalam hal menghasilkan karya naskah teater dalam
mata pelajaran seni budaya, guru seni budaya harus melihat dan menggali
kompetensi peserta didiknya. Materi dalam seni budaya ada empat bidang seni yakni,
seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater. Tidak semua peserta didik
mempunyai bakat atau talenta yang sama, namun disetiap materi ajar atau
keempat bidang seni tersebut tentu peserta didik memilikinya. Sebagai seorang guru
seni budaya pun harus mampu mengarahkan peserta didik untuk produktif, tidak
sema-mata meniru karya orang atau seniman lainnnya melainkan harus mampu
menghasilkan karya atau dapat dikatakan lebih produktif.
Seperti peserta didik kelas XI MIA Akselerasi, SMA
Negeri 2 Nubatukan yang berada di puncak Lusikawak, kabupaten Lembata, Nusa
Tenggara Timur yang menghasilkan naskah teater yang sederhana namun memiliki
makna dan pesan yang luar biasa hingga penikmat atau penonton pun tak sanggup
menahan butiran-butiran mutiara yang menetes di kedua pipi di setiap
wajah-wajah penonton.
Sebuah karya yang luar biasa dengan judul “Jagung
Titi Seorang Ibu” yang ditulis oleh Angge Kunang, ia juga sebagai sutradaranya.
Dari hasil wawancara penulis, Angge Kunang menerangkan bahwa naskah teater
tersebut dikembangkan dari sebuah puisi.
“Setelah saya mengembangkan puisi tersebut ke dalam
naskah teater barulah dilengkapi dan dikoreksi oleh teman-teman kelas
saya ibu,” ungkap Angge Kunang. Ia juga menjelaskan alasan ia menulis naskah
tentang Jagung Titi. “Saya menulis naskah ini, melihat dari kehidupan
masyarakat Kedang, khususnya kampung Aliuroba, Kabupaten Lembata, NTT pada
umumnya pergi merantau. Dengan merantau, mereka dapat membantu orangtua di
kampung halaman. Naskah ini tentang kerinduan seorang ibu kepada anaknya yang merantau
mencari sepiring nasi,” sambungnya.
Sebuah kreativitas peserta didik yang patut diberi
apresiasi. Alasan mereka menulis sendiri naskah teater dalam ujian praktik
yakni, ingin mengembangkan potensi diri.
Mengapa
mengangkat tentang Jagung Titi Seorang Ibu?
Naskah teater tersebut mengangkat tentang kuliner
dan kearifan lokal yakni Jagung Titi. Jagung titi adalah makanan khas suku
Lamaholot dan Kedang. Jagung titi dari bahan dasarnya yakni jagung. Dilansir dari goodnewsfromindonesia.id, oleh
Antonius Rian dalam tulisanya Jagung Titi, Kuliner Lokal dari Timur yang Wajib
Dipertahankan oleh Kaum Muda, menerangkan bahwa jagung titi sebagai salah satu
makanan lokal, jagung titi merupakan warisan leluhur yang sudah ada sejak ribuan
tahun lalu, saat para leluhur belum mengenal pendidikan resmi. (Osin Bahy)
Posting Komentar
Posting Komentar